Minggu, 27 Februari 2011

Makalah Teori Belajar dan Implikasinya terhadap Konsep Evaluasi Pendidikan


TEORI BELAJAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KONSEP EVALUASI PENDIDIKAN

Disusun Sebagai Tugas Individu
Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan Teknik
yang Dibina Oleh Drs. Slamet Wibawanto, M.T.



UM-Color








Oleh
Imanial Islami                         (208533413234)










UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA

Januari 2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Tuntutan terhadap pelayanan pembelajaran ditunjang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pada dekade 90-an terjadi pergeseran konsep pembelajaran.  Pergeseran tersebut, fokus pada orientasi belajar dan hasil belajar.  Oleh sebab itu model mengajar bergeser ke arah model belajar.  Asumsi pergeseran tersebut, bertolak dari peserta didik yang diharapkan dapat meningkatkan upaya dirinya memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan.  Guru di sekolah bukan lagi satu-satunya sumber pengetahuan, akan tetapi bagian integral dalam sistem pembelajaran.   Dalam membahas tentang model belajar,  perlu berpijak dari teori belajar yang ada. Berdasarkan teori belajar yang ada, pada akhirnya bermuara pada tiga model utama, yaitu: a) Behaviroisme, Teori ini menganggap faktor lingkungan sebagai rangsangan dan  respon peserta didik terhadap rangsangan itu ialah responsnya. b) Kognitivisme, memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan  hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.  dan c) Konstruktivisme, proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia.
Dalam proses pembelajaran, dibutuhkan adanya aktifitas evaluasi yang merupakan bagian integral dari proses kegiatan secara keseluruhan. Karena itu, evaluasi menempati kedudukan yang penting dan merupakan bagian utuh dari proses dan tahapan kegiatan pembelajaran. Dengan melakukan evaluasi, guru dapat mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukannya, Dengan demikian setiap kali membahas proses pembelajaran, maka berarti kita juga membahas tentang evaluasi, karena evaluasi inklusif di dalam proses pembelajaran. Hal ini menjadi latar belakang dalam penyusunan makalah ini, yaitu untuk mengetahui tentang teori belajar dan implikasinya terhadap konsep evaluasi pendidikan.
1.2  Rumusan masalah
       Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana teori belajar behaviorisme?
2.      Bagaimana teori belajar kognitivisme?
3.      Bagaimana teori belajar konstruktivisme?
4.      Bagaimana implikasi teori belajar terhadap konsep evaluasi pendidikan?

1.3 Tujuan penulisan
Secara umum tujuan penulisan ini adalah untuk menjawab masalah-masalah penulisan yaitu
1.           Mendeskripsikan teori belajar behaviorisme.
2.           Mendeskripsikan teori belajar kognitivisme
3.           Mendeskripsikan teori belajar konstruktivisme.
4.           Mendeskripsikan implikasi teori belajar terhadap konsep evaluasi pendidikan.
















BAB II
PEMBAHASAN



2.1    Teori Belajar Behaviorisme
Teori behaviorisme merupakan salah satu bidang kajian psikologi eksperimental yang kemudian diadopsi oleh dunia pendidikan. Meskipun dikemudian hari muncul berbagai aliran baru sebagai reaksi terhadap behaviorisme, namun harus diakui bahwa teori ini telah mendominasi argumentasi tentang fenomena belajar manusia hingga penghujung abad 20.
Menurut teori behaviorisme, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku, dimana perubahan tersebut muncul sebagai respons terhadap berbagai stimulus yang datang dari luar diri subyek. Secara teoritik, belajar dalam konteks behaviorisme melibatkan empat unsur pokok yaitu: drive, stimulus, response dan reinforcement. Apa yang dimaksudkan dengan drive yaitu suatu mekanisme psikologis yang mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhannya melalui aktivitas belajar. Stimulus yaitu ransangan dari luar diri subyek yang dapat menyebabkan terjadinya respons. Response adalah tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan atau stimulus yang diberikan. Dalam perspektif behaviorisme, respons biasanya muncul dalam bentuk perilaku yang kelihatan. Reinforcement adalah penguatan yang diberikan kepada subyek belajar agar ia merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respons secara berkelanjutan.
2.2    Teori Belajar Kognitivisme
Sama halnya dengan behviorisme, teori kognitif juga merupakan bidang kajian psikologi yang banyak digunakan untuk menjelaskan fenomena belajar manusia. Dalam beberapa literatur, psikologi kognitif dipandang sebagai sebuah sintesis antara psikologi behaviorisme dan psikologi Gestalt.
Meskipun dipandang sebagai sebuah teori sintesis, namun dalam perkembangan selanjutnya, teori belajar kognitif mampu menunjukkan substansi kajian yang sama sekali berbeda dari behaviorisme. Bahkan dalam derajat tertentu, justru teori belajar kognitif dipandang sebagai anti tesis terhadap teori belajar behaviorisme yang terlalu mekanistik sehingga tidak dapat dipakai sebagai teori yang representatif dalam menjelaskan fenomena belajar manusia.
Teori belajar kognitif merupakan salah satu teori yang muncul sebagai reaksi terhadap kelemahan mendasar dalam teori behaviorisme yang lebih mementingkan perubahan perilaku yang tampak. Bagi para penganut teori kognitif, belajar bukan hanya sekadar inteaksi antara stimulus dan respons melainkan melibatkan juga aspek psikologis lain (mental, emosi, persepsi) yang menyebabkan orang memberikan respons terhadap sebuah stimulus belajar.
Dalam perspektif ini, stimulus bukanlah variabel tunggal yang menyebabkan terjadinya respons melaikan terdapat variabel moderator tertentu yang turut mempengaruhi kemunculan suatu respons. Variabel moderator inilah yang disebut sebagai faktor intenal seperti emosi, mental, persepsi, motivasi dan sebagainya. Pada awalnya, para penganut teori kognitif membangun agumentasinya bahwa antara stimulus dan respons terdapat dimensi psikologis yang menyebabkan terjadinya perubahan mental dan akibat dari perbuhan inilah menyebabkan orang merespons suatu stimulus yang diberikan.Mengacu pada kerangka berpikir tersebut para penganjur teori kognitif berpendapat bahwa belajar merupakan proses pembentukan dan perubahan persepsi akibat interaksi yang sustainable antara individu dengan lingkungan.
2.3    Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut asalnya, teori konstruktivime bukanlah teori pendidikan. Teori ini berasal dari disiplin filsafat, khususnya filsafat ilmu. Pada tataran filsafat, teori ini membahas mengenai bagaimana proses terbentuknya pengetahuan manusia. Menurut teori ini pembentukan pengetahuan terjadi sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas yang dihadapinya.
Dalam perkembangan kemudian, teori ini mendapat pengaruh dari disiplin psikologi terutama psikologi kognitif Piaget yang berhubungan dengan mekanisme psikologis yang mendorong terbentuknya pengetahuan. Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa mengkostruksi pengetahuan. Proses tersebut dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut:
1.        Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna ini dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai;
2.        Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus seumur hidup;
3.        Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih berorientasi pada pengembangan berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan melainkan perkembangan itu sendiri. Suatu perkembangan yang menuntun penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang;
4.        Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi disekuilibrium merupakan situasi yang baik untuk belajar;
5.        Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungan siswa;
6.        Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya.
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanis untuk mengumpulkan fakta. Dalam konteks yang demikian, belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian dan selalu terjadi pembaharuan terhadap pengertian yang tidak lengkap.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat ditarik sebuah inferensi bahwa menurut teori konstruktivisme belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengabstraksi pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa dengan realitas baik realitas pribadi, alam, maupun realitas sosial. Proses konstruksi pengetahuan berlangsung secara pribadi maupun sosial. Proses ini adalah proses yang aktif dan dinamis. Beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan awal, kemampuan kognitif dan lingkungan sangat berpengaruh dalam proses konstruksi makna.
Argumentasi para konstruktivis memperlihatkan bahwa sebenarnya teori belajar konstrukvisme telah banyak mendapat pengaruh dari psikologi kognitif, sehingga dalam batas tertentu aliran ini dapat disebut juga neokognitif.
Walaupun mendapat pengaruh psikologi kognitif, namun harus diakui bahwa stressing point teori ini bukan terletak pada berberapa konsep psikologi kognitif yang diadopsinya (pengalaman, asimilasi, dan internalisasi).melainkan pada konstuksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan yang dimaksudkan dalam pandangan konstruktivisme yaitu pemaknaan realitas yang dilakukan setiap orang ketika berinteraksi dengan lingkungan. Dalam konteks demikian, konstruksi atau pemaknaan terhadap realitas adalah berlajar itu sendiri. Dengan asumsi seperti ini, sebetulnya substansi konstrukvisme terletak pada pengakuan akan hekekat manusia sebagai homo creator yang dapat mengkonstruksi realitasnya sendiri.
2.4    Implikasi Teori Belajar terhadap Konsep Evaluasi Pendidikan
Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21 dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
Kedudukan evaluasi dalam belajar dan pembelajaran di dunia pendidikan bersifat integratif, artinya setiap proses pendidikan pasti ada evaluasi. Syarat-syarat umum yang perlu diperhatikan dalam evaluasi antara lain:
1.        Validitas/Keshahihan
2.        Keterandalan
3.        Kepraktisan
Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran ini berorientasi pada pengembangan  pembelajaran dan akreditasi yang tertuju pada tujuan pembelajaran dan kurikulum. Teknik dan bentuk pelaksanaannya berupa tes dan non-tes.
Teori belajar yang membentuk 3 model pembelajaran yang telah dijabarkan di atas berimplikasi pada evaluasi pendidikan. Hal ini dapat dianalisis satu per satu pada model belajar tersebut.
Pada Behavioristik, belajar merupakan perubahan perilaku sebagai akibat interaksi antara stimulus dengan respons, maka pembelajaran kemudian dipandang sebagai sebuah aktivitas alih pengetahuan (transfer of knowledge) oleh guru kepada siswa. Dalam perspektif semacam ini, terlihat bahwa peran guru dipandang sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Oleh karena itu, Evaluasi lebih ditekankan pada respons pasif melalui sistem paper and pencil test dan menuntut hanya ada satu jawaban yang benar. Dengan demikian, evaluasi lebih ditekankan pada hasil dan bukan pada proses, atau sintesis antara keduanya.
Pada kognitivistik, pembelajaran dipandang sebagai upaya memberikan bantuan kepada siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui proses discovery dan internalisasi. Implikasinya, evaluasi pembelajaran yang dilakukan dirancang sesuai dengan pengalaman belajar siswa dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangannya.
Pada konstruktivistik, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu penciptaan suasana yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Sehingga evaluasi yang dilakukan dalam bentuk test formatif, yaitu memantau kemajuan belajar siswa selama proses belajar berlangsung, untuk memberikan balikan (feed back) bagi  penyempurnaan program belajar-mengajar, serta untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang memerlukan perbaikan, sehingga hasil belajar-mengajar menjadi lebih baik. Soal-soal tes formatif ada yang mudah dan ada pula yang sukar, bergantung kepada tugas-tugas belajar (learning tasks) dalam program pengajaran yang akan dinilai. Tujuan utama tes formatif adalah untuk memperbaiki proses belajar, bukan untuk
menentukan tingkat kemampuan anak.













BAB III
PENUTUP



3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.        Menurut teori behaviorisme, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku, dimana perubahan tersebut muncul sebagai respons terhadap berbagai stimulus yang datang dari luar diri subyek.
2.        Kognitivisme memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan  hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
3.        Menurut teori konstruktivisme belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengabstraksi pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa dengan realitas baik realitas pribadi, alam, maupun realitas sosial.
4.        Implikasi teori belajar terhadap konsep evaluasi pendidikan adalah pengendalian pendidikan yang terarah dengan suatu teori belajar sehingga dapat menyelenggarakan pendidikan dengan lebih baik.






 DAFTAR PUSTAKA


___. 2010. Teori Belajar Behavioristik. www.wikipedia.com (diakses 23 Januari 2011)

___. 2010. Teori Belajar dan Implikasinya dalam Pembelajaran. www.edukasi.kompasiana.com (diakses 23 Januari 2011)

Valmband. 2008. Teori Perkembangan Kognisi Jean Piaget. www.valmband.multiply.com (diakses 23 Januari 2011)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar