From Akin
WELCOME BACK..
Terik menyengat di ubun-ubun Jakarta.
“Pak, jalan pak…” Ucup, membuka pintu taksi dan langsung duduk manis di kursi belakang.
“Kemana mas?” tanya si supir.
Ucup mengernyitkan dahi. Ini kali pertama dia ke Jakarta. Jelas nggak tahu tempat-tempat di Jakarta. Pengennya ke sini sih having fun gitu…. Maklum anak udik masuk kota….
“Pokoknya… ke tempat yang rame deh, Pak” cetusnya begitu saja..
Si supir bengong sejenak. Tapi tak lama dia menganggukkan kepala… tancap gas.
Lelah sehabis perjalanan naik kereta api tadi ditambah matahari ibukota yang begitu menyengat… Ucup memutuskan untuk mengatupkan kelopak matanya. Bobo.
Apalagi AC mobil taksi begitu adem…. Mendukung banget buat rangkaian mimpi indah yang telah dia persiapkan.
Mimpi indah baru sampai di episode pertama.
Tiba-tiba ucup dikejutkan oleh suasana riuh.
Bletak! Brak! Seraanngg! Mampus lo!
Woiii… sini lo!
“Mas… mas… udah sampai mas…!” si supir menggerak-gerakkan bahu Ucup.
Ucup, dengan iler masih nyangkut di dagu. “Lha, tempat apa ini mas? Masa beginian?” teriaknya seketika mengerjapkan mata.
“Lhoo.. mas sendiri yang tadi minta diantar ke sini…. Tempat yang rame kan? La.. ini yang paling rame di Jakarta” sahut si supir membela diri.
“Tapi… masa beginian sih?” teriak si Ucup lagi… dipandanginya pemandangan rame yang di depannya. Takjub.
Asap tebal mengangkasa dari ban bekas yang dibakar. Sementara tak jauh dari sana satu buah mobil terbalik. Bentrokan antara massa dua kampung lagi. Para polisi belum ada yang berdatangan- mungkin karena lagi jam makan siang- makanya suasananya kelihatan rusuh banget. Dua kelompok massa berhadap-hadapan dengan senjata masing-masing.
“Nggak tahu urusan… bukan salah saya! Ayo bayar dan turun sana” paksa si supir
“Lha…. Tapi”
Si supir mendorong Ucup keluar. Dan dalam hitungan detik segera tancap gas meninggalkan Ucup yang masih dalam keadaan kebingungan.
“Apa lo liat-liat?!!… nantang ya?! Atau jangan-jangan… jangan-jangan lo ya pelakunya… yang hamilin anak gue kemarin?!!” bapak-bapak yang menenteng linggis menunjuk-nunjuk ke Ucup.
Glek.
“Woiii! Kesini?! Pelakunya udah ketemu!!” si Bapak teriak-teriak memanggil massa-nya yang lagi asik bentrok di ujung sana. Perhatian massa teralihkan sejenak.
Dan tanpa pikir panjang mereka segera merangsek menuju Ucup
“Whuaaaaa!!”
……..
Ketemu lagi, kali ini dalam seri kedua dari Trias Motivatica. Lanjutan dari yang pertama. Iya, sobat… setelah saya buka-buka referensi, memang betul, ternyata yang namanya trias itu berarti tiga serangkai.. artinya buku yang saya buat ‘AlQandas AlKamiil’ kemarin nggak boleh selesai di situ aja. Dia bukanlah anak tunggal. Maka diputuskan dalam sebuah perdebatan sengit di ruang redaksi anomali, bahwa si Qandas harus memiliki adik.
Editor : kamu harus tanggung jawab Kin, buku kedua ini harus dikasih nama
Saya : Nah.. nah.. aturan mana lagi itu? Apakah sebuah buku harus ada judul? Kan nggak mesti..
Editor : bilang aja kamu malas!
Pimpinan Anomali : sstt… nggak usah bertengkar. Baru juga di halaman-halaman awal.. gini aja, kira-kira kau apa namanya?
Editor : lho… apa urusan saya? Bukunya aja nggak jelas isinya apa..
Pimpinan Anomali : Dari isi buku, biasanya kita bisa memutuskan judul buku itu apa? Kira-kira isi bukunya apa Kin?
Saya : Anu, isinya sebenarnya masih dipikir-pikir juga, mas… yah… masih dalam angan-anganlah…
Editor : Tuh, kan…. Makanya… tolak aja mas, biar saya nggak capek-capek ngedit.
Saya : eh eh eh… jangan tergesa-gesa gitu. Nggak baik.. saya janji, secepatnya bakal ada judul dan sambil jalan bakal ada kejelasan isi juga…
Pimpinan Anomali : Baik. Saya kasih waktu tujuh hari.. yang jelas, dalam waktu itu buku ini sudah jadi. Judul maupun isinya… deal?
Rapat redaksi berakhir.
Terik menyengat di ubun-ubun Jakarta.
“Pak, jalan pak…” Ucup, membuka pintu taksi dan langsung duduk manis di kursi belakang.
“Kemana mas?” tanya si supir.
Ucup mengernyitkan dahi. Ini kali pertama dia ke Jakarta. Jelas nggak tahu tempat-tempat di Jakarta. Pengennya ke sini sih having fun gitu…. Maklum anak udik masuk kota….
“Pokoknya… ke tempat yang rame deh, Pak” cetusnya begitu saja..
Si supir bengong sejenak. Tapi tak lama dia menganggukkan kepala… tancap gas.
Lelah sehabis perjalanan naik kereta api tadi ditambah matahari ibukota yang begitu menyengat… Ucup memutuskan untuk mengatupkan kelopak matanya. Bobo.
Apalagi AC mobil taksi begitu adem…. Mendukung banget buat rangkaian mimpi indah yang telah dia persiapkan.
Mimpi indah baru sampai di episode pertama.
Tiba-tiba ucup dikejutkan oleh suasana riuh.
Bletak! Brak! Seraanngg! Mampus lo!
Woiii… sini lo!
“Mas… mas… udah sampai mas…!” si supir menggerak-gerakkan bahu Ucup.
Ucup, dengan iler masih nyangkut di dagu. “Lha, tempat apa ini mas? Masa beginian?” teriaknya seketika mengerjapkan mata.
“Lhoo.. mas sendiri yang tadi minta diantar ke sini…. Tempat yang rame kan? La.. ini yang paling rame di Jakarta” sahut si supir membela diri.
“Tapi… masa beginian sih?” teriak si Ucup lagi… dipandanginya pemandangan rame yang di depannya. Takjub.
Asap tebal mengangkasa dari ban bekas yang dibakar. Sementara tak jauh dari sana satu buah mobil terbalik. Bentrokan antara massa dua kampung lagi. Para polisi belum ada yang berdatangan- mungkin karena lagi jam makan siang- makanya suasananya kelihatan rusuh banget. Dua kelompok massa berhadap-hadapan dengan senjata masing-masing.
“Nggak tahu urusan… bukan salah saya! Ayo bayar dan turun sana” paksa si supir
“Lha…. Tapi”
Si supir mendorong Ucup keluar. Dan dalam hitungan detik segera tancap gas meninggalkan Ucup yang masih dalam keadaan kebingungan.
“Apa lo liat-liat?!!… nantang ya?! Atau jangan-jangan… jangan-jangan lo ya pelakunya… yang hamilin anak gue kemarin?!!” bapak-bapak yang menenteng linggis menunjuk-nunjuk ke Ucup.
Glek.
“Woiii! Kesini?! Pelakunya udah ketemu!!” si Bapak teriak-teriak memanggil massa-nya yang lagi asik bentrok di ujung sana. Perhatian massa teralihkan sejenak.
Dan tanpa pikir panjang mereka segera merangsek menuju Ucup
“Whuaaaaa!!”
……..
Ketemu lagi, kali ini dalam seri kedua dari Trias Motivatica. Lanjutan dari yang pertama. Iya, sobat… setelah saya buka-buka referensi, memang betul, ternyata yang namanya trias itu berarti tiga serangkai.. artinya buku yang saya buat ‘AlQandas AlKamiil’ kemarin nggak boleh selesai di situ aja. Dia bukanlah anak tunggal. Maka diputuskan dalam sebuah perdebatan sengit di ruang redaksi anomali, bahwa si Qandas harus memiliki adik.
Editor : kamu harus tanggung jawab Kin, buku kedua ini harus dikasih nama
Saya : Nah.. nah.. aturan mana lagi itu? Apakah sebuah buku harus ada judul? Kan nggak mesti..
Editor : bilang aja kamu malas!
Pimpinan Anomali : sstt… nggak usah bertengkar. Baru juga di halaman-halaman awal.. gini aja, kira-kira kau apa namanya?
Editor : lho… apa urusan saya? Bukunya aja nggak jelas isinya apa..
Pimpinan Anomali : Dari isi buku, biasanya kita bisa memutuskan judul buku itu apa? Kira-kira isi bukunya apa Kin?
Saya : Anu, isinya sebenarnya masih dipikir-pikir juga, mas… yah… masih dalam angan-anganlah…
Editor : Tuh, kan…. Makanya… tolak aja mas, biar saya nggak capek-capek ngedit.
Saya : eh eh eh… jangan tergesa-gesa gitu. Nggak baik.. saya janji, secepatnya bakal ada judul dan sambil jalan bakal ada kejelasan isi juga…
Pimpinan Anomali : Baik. Saya kasih waktu tujuh hari.. yang jelas, dalam waktu itu buku ini sudah jadi. Judul maupun isinya… deal?
Rapat redaksi berakhir.
Alhamdulillah, sekarang bukunya sudah terbit.
Buat yang di Malang, bisa pesan ke distrik Malang di no. 085239814274 (nia)
Kisah menarik walaupun cuman bisa baca sepintas,,, saya cuman bisa bantu share aj , kalau buat beli n baca bukunya belom sempat masih banyak kul yg belom kelar,,,
BalasHapusmksi..
BalasHapuskpn nih rncna lulusnya..??
^_^