Senin, 23 Januari 2012

Distorsi Islam di Balik Istilah

Sejak Fajar Islam di mulai dari negeri Mekkah, benturan antara Islam dan kekufuran sudah berlangsung secara sengit. Kekufuran yang di gawangi oleh Abu Jahal dan Abu Sofyan selaku dedengkot Qurais terus-
menerus bersama pemuka Qurais lainnya, untuk membicarakan strategi dalam rangka menghambat dan merintangi dakwah Muhammad dengan mempropagandakan beragam istilah menyesatkan seperti Muhammad adalah tukang sihir dengan kata-kata.
Dalam konteks kekinian konfrontasi terhadap Islam dan kaum Muslimin terus berlangsung dengan berbagai macam metode dan strategi. Berangkat dari urgensi keberadan dan peran-peran lembaga politik yang ditangan para pemegangnya untuk mempromosikan kebijakan politiknya lewat media-media komunikasi massa. Media Massa barat memfungsikan seluruh potensinya untuk menyebarluaskan rasa permusuhan kepada Islam dan kaum Muslim. Mereka menuduh kaum Muslim sebagai “teroris” dan “esktrimis” yang harus di curigai . Fenomena seperti ini akan kita temui di dalam buku, surat kabar, majalah dll. Media  Informasi ini juga menyebarkan permusuhan dengan cara memasarkan sejumlah Istilah sambari menegaskan keharusan memerangi kandungan istilah-istilah itu. Istilah-istilah seperti ini sering beredar  dengan bahasa-bahasa provokasi dalam media di barat maupun media local nasional seperti “kaum fundamentalisme Islam, “kaum fanatik”, “bendera Hijau”, “bahaya Islam”, “bahaya radikalisasi”, “Kaum teroris”dll. Penggunaan istilah-istilah semacam ini bemuara pada titik yang sama yaitu Penghancuran Islam.
Mantan Presiden Amerika Serikat George W. Bush mengeluarkan statemen pasca  peristiwa 11 september 2001 tentang perlunya menyiapkan koalisi Internasional guna memerangi terorisme. Dia menyatakan bahwa perang itu akan menjadi perang salib pertama di abad kedua puluh satu. Sekalipun belakangan dia mencabut  pernyataan tersebut dengan mengklaim bahwa itu sekedar salah ucap secara tidak sengaja dan yang dimaksudkan sebenarnya adalah memerangi terorisme, itu menunjukkan sikap barat yang sangat memusuhi Islam.
Tak mau kalah dari Bush, mantan Perdana Menteri Italia Silvio Berluskoni pada saat masih menjabat Perdana Menteri pernah menyatakan kebenciannya kepada Islam . Dia pun meminta agar Islam diperangi. Tetapi sebagaimana halnya Bush, dia juga mencabut pernyataannya itu karena khawatir akan membuat bangsa Arab dan kaum Muslimin tidak mendukung kampanye internasional yang di komandani barat untuk memerangi terorisme. Bagaimana pun juga, pernyataan dari kedua tokoh tersebut bukanlah sekedar salah ucap sebagaimana yang mereka ralat dan di beritakan oleh Media. Namun ungkapan tersebut lahir dari perasaan permusuhan yang tersembunyi terhadap Islam dan kaum Muslimin. Benarlah firman Allah SWT :
Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan sahabat karib orang-orang selain golonganmu, mereka itu tidak mau menolong kamu selain dari kecelakaan, mereka itu senang kalau kamu susah (ditimpa krisis); sungguh telah nampak kebencian dari mulut-mulut mereka, sedang apa yang tersembunyi dalam hati mereka lebih besar. Sungguh kami telah menerangkan kepadamu ayat-ayat kami kalau kamu mau berfikir. Kamu ini adalah orang-orang yang kasih sayang kepada mereka, tetapi mereka tidak mau kasih sayang kepadamu.” (QS. Ali Imran: 118-119)
Maka konsekuensi yang harus di terima oleh umat Islam pasca propaganda Stigmatisasi Islam melalui Istilah terorisme adalah sebuah penegasan  permusuhan sebab dengan tanpa ada benang merah yang menghubungkan antara peristiwa 11 september dengan kaum Muslimin, Amerika langsung mengarahkan kekuatan militernya untuk menghancurkan dan melululantakkan Afganistan. Dengan berbagai kebohongannya Amerika berusaha untuk menyembunyikan kejahatan kejinya terhadap kemanusian. Di depan publik Amerika menampilkan diri dengan wajah sebagai pelindung HAM. Mereka bahkan membelenggu pena dan lisan para wartawan agar menulis dan menyampaikan berita sesuai dengan selera kepentingan pertahanan Amerika.
Amerika membawa lebih tiga ribu tawanan ke pangkalan mililer Guantanamo di teluk Kuba, setelah lebih dahulu membius dan mengikat mereka ke kursi dengan rantai.  Tangan mereka diikat dengan tali, mata dan wajah mereka ditutup, dalam perjalanan selam 22 jam. Pada masing-masing tawanan dipasangi pipa untuk kencing. Para pengawal di beri Instruksi untuk menembak mati setiap tawanan yang bergerak.
Demikian halnya Israel, eksistensinya di Tanah Palestina oleh barat adalah ibarat duri yang di tancapkan kedalam tubuh kaum Muslimin. Dimana hari ini Israel dengan dukungan dan Support Amerika yang memberinya lampu hijau untuk berbuat apa saja di Palestina. Mereka membatai warga Palestina semaunya, setelah menghancurkan rumah-rumah, mengokuvasi tanah dan merampas kekayaan mereka. Setelah itu Israel memblokade rakyat palestina selama berbulan-bulan, mengurung kota-kota, desa-desa dan perkemahan-perkemahan Paestina yang berada dibawah kontrol otoritas Palestina.
Di Khasmir, Amerika menganggap gerakan Jaisyu Muhammad, sebuah gerakan islam yang mengadakan perlawanan terhadap arogansi pendudukan India di wilayah khasmir yang mayoritas pendudukanya Muslim, sebagai organisasi terlarang dan menjadi target buruan. Bahkan mereka pun mengincar dan menargetkan gerakan oposisi Islam di Filipina Selatan.
Tak ketinggalan Indonesia ikut latah untuk melaksanakan agenda tersebut yang di perankan oleh Densus 88 dan BNPT, mereka mempertontonkan adegan-adegan pembataian secara brutal terhadap umat Islam yang dicurigai sebagai “teroris”, sekalipun belum bisa di buktikan melalui peradilan namun secara sadis sudah di eksekusi mati di tempat.
Upaya pembungkaman perjuangan syariah Islam secara Kaffah, terus-menerus di kumandangkan tidak hanya berhenti pada pendekatan Hard power tehadap individu maupun kelompok Islam yang concern pada jalur Khilafah yaitu stigmatisasi terorisasi. Namun lebih dari itu mereka juga menggunakan pendekatan Sofh power ,mereka menyebut program tersebut dengan Istilah “deradikalisasi” sebagai sebuah proyek sektor keamanan dalam bingkai kerjasama Internasional yang di konstruksi dan di tata dengan rapi untuk mereduksi pemahaman Islam totalitas. Hal ini di tegaskan dalam sebuah laporan yang dirilis oleh RAND Corporation mengenai “Deradicalizing Islamist Ekstrimist” pada tahun 2010 oleh lembaga think thank binaan pemerintah Amerika serikat. Laporan tersebut di susun sebagai realisasi program deradikalisasi dari sejumlah Negara di wilayah Timur Tengah, Asia Tenggara dan Negara-negara Eropa.
Ansyaad Mbai menegaskan, Dulu menanggulangi radikalisme dengan cara hard power. Saat itu efektif, namun hasil yang didapat sementara,” ujar Ansyaad Mbai dalam pidatonya membuka seminar nasional tentang pendidikan sebagai solusi radikalisme di Hotel Grand Sahid, Jakarta, pada Selasa (4/10/2011).
Ansyaad mengungkapkan bahwa saat ini pendekatan yang dilakukan pemerintah, khususnya BNPT tidak dengan hard power karena dinilai tidak efektif. Dengan melakukan soft power yakni dengan proses deradikaliasi, Ansyaad mengatakan proses ini tentunya tidak dilakukan sendiri oleh pemerintah. (arrahmah,4/12/2011)
Menurut RAND Corporation, deradikalisasi adalah proses mengubah sistem kepercayaan Individu sehingga menolak Ideologi ekstrimist dan merangkul nilai-nilai arus utama (mainstream) liberalism, pluralisme maupun ide-ide yang di anggap moderat. Dan untuk Indonesia proyek deradikalisasi dijalankan oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) yang di nahkodai oleh Ansyad Mbay, gencar melakukan kampanye kerjasama dengan berbagai kalangan seperti intelektual kampus, tokoh Agama, tokoh masyarakat dll. Demikian juga menggulirkan berbagai program cuci otak melalui Halqoh Nasional, seminar, diskusi dengan menggandeng beragam Ormas baik Islam maupun ormas konvensional seperti MUI, Lazuardi  Birru, setara Institut, Yayasan prasasti perdamaian,TNI, Polri dll.
Untuk memuluskan programnya tidak tanggung-tanggung dana yang di gelontorkan sebagaimana yang diberitakan JPNN, sabtu (17/9/2011) dalam APBN 2012, BNPT mendapatkan alokasi dana hampir stengah triliun, tepatnya Rp. 476.610.701.00,-
Jadi, semua tindakan Amerika dan penguasa-penguasa antek  terhadap kaum Muslimin tersebut, semakin mempertegas bahwa esensi dari perang melawan terorisme dan proyek deradikalisasi adalah penghancuran Islam dibalik Istilah tersebut. Untuk itulah agar kaum Muslimin mewaspadai setiap ucapan yang keluar dari mulut-mulut kotor mereka karena semua itu ditujukan untuk berusaha memadamkan cahaya Agama Allah. Wallahu A’lam Bi Asshowab.[]Saifullah (BE Korwil BKLDK Sul-Selbar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar